Saat berbicara tentang kain batik, pasti pikiran kita tidak jauh dari kain kain, malam dan canting yang digunakan untuk membatik. Namun, kini ada satu motif batik yang menggunakan teknik baru yaitu teknik ecoprint. Ecoprint merupakan salah satu teknik dalam membatik yang menggunakan bahan-bahan dari alam seperti bunga, daun, dan batang yang ada di lingkungan sekitar. Batik dengan teknik ini termasuk batik yang sangat alami dan ramah lingkungan.

Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk membuat batik ecoprint. Yang pertama dengan cara memukul, kain yang telah ditempelkan motif kemudian dipukul-pukul menggunakan palu hingga warna dari daun meresap kedalam kain setelah itu kain direndam dalam air tawas dan dijemur.

Selanjutnya cara merebus. Pertama, susun daun, bunga, batang sesuai motif yang diinginkan gulung dan ikat kain menggunakan karet untuk memastikan motif yang sudah dibentuk tidak hancur saat perebusan. Cukup rebus kain dengan air mendidih selama 5-10 menit setelah itu dibilas menggunakan air tawas agar warna yang dihasilkan tidak pudar. Pengerjaan kain dengan cara direbus menghasilkan warna yang lebih pekat karena zat dalam tumbuhan akan keluar dengan baik apabila terkena air. Lama pengerjaan satu kain batik ecoprint tergantung besar kecilnya ukuran kain yang digunakan, pengerjaan maksimal biasanya membutuhkan waktu satu jam.

Salah satu produk Ecoprint dengan teknik pukul

Menurut Pak Budi, “Tidak semua daun dan bunga ini warnanya bisa lekat di kain, dan kain- nya pun tidak sembarangan, contohnya bisa menggunakan kain mori, kain primisima yang seratnya bukan sintetis, harus asli dari benang atau dari kapas, kain sintetis tidak bisa karena nanti warnanya tidak dapat melekat kecuali dengan pewarna sintetis.”

Sebagai sekolah adiwiyata, tentunya SMA Negeri 6 telah melakukan praktik pembuatan ecoprint yang dipandu oleh Pak Budi sebagai pelopor ide pembuatan batik ecoprint di SMA Negeri 6. Kegiatan ini telah berlangsung selama 1-2 tahun. Ide tersebut muncul karena pengaruh matapengaruh mata pelajaran seni budaya, sekolah yang berbasis budaya, dan sekolah yang berbasis adiwiyata. “Karena adiwiyata ini kami menggerakkan siswa-siswi SMA Negeri 6 untuk membuat sesuatu yang ramah lingkungan, bermanfaat, dan tidak mengotori lingkungan.” terang Pak Budi pada 3 November 2021. Batik ecoprint yang sudah jadi dapat dipajang sebagai koleksi sekolah atau dapat juga diolah kembali menjadi pakaian, taplak, ataupun serbet. Untuk ke ranah kewirausahaan dari guru- guru yang bersangkutan dapat dijual atau dijadikan sebagai media belajar wirausaha.

You may also like

Leave a Comment